Aku dan Calon Suamiku

“Jika memang takdir, cinta pasti bertemu meski kau dan aku ada di ujung duniaa…” kata sebuah lirik lagu yang baru-baru ini kudengar. Ya, aku percaya akan kata-kata itu. “Jika memang sudah takdirnya, sebuah tulang rusuk tak akan pernah tertukar.” gumamku pada diri sendiri. Ya Allah, aku benar-benar terharu! Semoga suatu hari nanti, aku bisa merasakan cintanya atas cinta-Mu. Amin…^_^

Di antara aku dan calon suamiku kini terbentang jarak yang tidak bisa diukur dengan rumus IPA atau Matematika. Tidak bisa dicari letak keberadaannya karena kita adalah ujung dunia. Ujung dan ujung yang pada akhirnya akan disatukan oleh takdir yang tak disangka-sangka.

Aku adalah tulang rusuk, sedang dia adalah tubuh. Untuk menyatukan keduanya butuh proses yang tidak mudah. Aku harus menjaga sebuah pintu operasi rapat-rapat, sedang dia harus berjuang mencari kunci serta segala peralatan operasi yang canggih.

Perjalanan yang dilalui juga tak semulus tol, tapi seperti mie keriting. Aku dan dia harus menelan mie itu dengan segala keikhlasan dan keridhoan agar nanti menjadi lurus ketika berada di perut.

Di bawah kolong langit milikku, aku belajar membenah diri, menjaga diri, menata diri, memperbaiki diri, menshalihkan diri, berdoa dan berikhtiar. Tak lupa aku juga berdoa agar dia di bawah kolong langit miliknya juga bisa istiqomah, berusaha menshalihkan diri, memantaskan dirinya denganku agar kelak aku dan dia benar-benar bisa dipertemukan dalam sebuah ikatan suci bernama Mistaqan Ghalidza.

Takkan ada lagi jarak yang tak bisa diukur, karena kita adalah ujung dunia yang menyatu. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar